Jumat, 28 Mei 2010

Taubatnya MALIK BIN DINAR _ROHIMAHULLAH_

 
Malik bin Dinar Rohimahullah menuturkan: Pada suatu hari, aku merindukan pernikahan dan memiliki anak. Maka kemudian aku menikah dan dikaruniai seorang puteri yang kuberi nama Fathimah.
 
Aku sangat mencintai Fathimah. Setiap kali dia bertambah besar, bertambah pula keimanan di dalam hatiku dan semakin sedikit maksiat di dalam hatiku.
Pernah suatu ketika Fathimah melihatku memegang segelas khamr, maka diapun mendekat kepadaku dan menyingkirkan gelas tersebut hingga tumpah mengenai bajuku. Saat itu umurnya belum genap dua tahun. Seakan-akan Allah Subhanahu wa Ta'ala -lah yang membuatnya melakukan hal tersebut.


Setiap kali dia bertambah besar, semakin bertambah pula keimanan di dalam hatiku. Setiap kali aku mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala selangkah, maka setiap kali itu pula aku menjauhi maksiat sedikit demi sedikit. Hingga usia Fathimah genap tiga tahun, saat itulah Fathimah meninggal dunia.

Maka akupun berubah menjadi orang yang lebih buruk dari sebelumnya. Aku belum memiliki sikap sabar yang ada pada diri seorang mukmin yang dapat menguatkanku di atas cobaan musibah. Kembalilah aku menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Setanpun mempermainkanku, hingga datang suatu hari, setan berkata kepadaku: “Sungguh hari ini engkau akan mabuk-mabukan dengan mabuk yang belum pernah engkau lakukan sebelumnya.” Maka aku bertekad untuk mabuk dan meminum khamr sepanjang malam. Aku minum, minum dan minum. Maka aku lihat diriku telah terlempar di alam mimpi.

Di alam mimpi tersebut aku melihat hari kiamat.
Matahari telah gelap, lautan telah berubah menjadi api, dan bumipun telah bergoncang. Manusia berkumpul pada hari kiamat. Manusia dalam keadaan berkelompok-kelompok. Sementara aku berada di antara manusia, mendengar seorang penyeru memanggil: Fulan ibn Fulan, kemari! Mari menghadap al-Jabbar. Aku melihat si Fulan tersebut berubah wajahnya menjadi sangat hitam karena sangat ketakutan.
Sampai aku mendengar seorang penyeru menyeru namaku: “Mari menghadap al-Jabbar!”

Kemudian hilanglah seluruh manusia dari sekitarku seakan-akan tidak ada seorangpun di padang Mahsyar. Kemudian aku melihat seekor ulat besar yang ganas lagi kuat merayap mengejar kearahku dengan membuka mulutnya. Akupun lari karena sangat ketakutan. Lalu aku mendapati seorang laki-laki tua yang lemah. Akupun berkata: “Hai, selamatkanlah aku dari ular ini!” Dia menjawab: “Wahai anakku aku lemah, aku tak mampu, akan tetapi larilah kearah ini mudah-mudahan engkau selamat!”

Akupun berlari kearah yang ditunjukkannya, sementara ular tersebut berada di belakangku. Tiba-tiba aku mendapati api ada dihadapanku. Akupun berkata: “Apakah aku melarikan diri dari seekor ular untuk menjatuhkan diri ke dalam api?” Akupun kembali berlari dengan cepat sementara ular tersebut semakin dekat. Aku kembali kepada lelaki tua yang lemah tersebut dan berkata: “Demi Allah, wajib atasmu menolong dan menyelamatkanku.” Maka dia menangis karena iba dengan keadaanku seraya berkata: “Aku lemah sebagaimana engkau lihat, aku tidak mampu melakukan sesuatupun, akan tetapi larilah kearah gunung tersebut mudah-mudahan engkau selamat!”

Akupun berlari menuju gunung tersebut sementara ular akan mematukku. Kemudian aku melihat di atas gunung tersebut terdapat anak-anak kecil, dan aku mendengar semua anak tersebut berteriak: “Wahai Fathimah tolonglah ayahmu, tolonglah ayahmu!”

Selanjutnya aku mengetahui bahwa dia adalah putriku. Akupun berbahagia bahwa aku mempunyai seorang putri yang meninggal pada usia tiga tahun yang akan menyelamatkanku dari situasi tersebut. Maka diapun memegangku dengan tangan kanannya, dan mengusir ular dengan tangan kirinya sementara aku seperti mayit karena sangat ketakutan. Lalu dia duduk di pangkuanku sebagaimana dulu di dunia.

Dia berkata kepadaku:
“Wahai ayah, “belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” (Qs. Al-Hadid:16)


Maka kukatakan: “Wahai putriku, beritahukanlah kepadaku tentang ular itu.”
Dia berkata: “Itu adalah amal keburukanmu, engkau telah membesarkan dan menumbuhkannya hingga hampir memakanmu. Tidakkah engkau tahu wahai ayah, bahwa amal-amal di dunia akan dirupakan menjadi sesosok bentuk pada hari kiamat? Dan lelaki yang lemah tersebut adalah amal shalihmu, engkau telah melemahkannya hingga dia menangis karena kondisimu dan tidak mampu melakukan sesuatu untuk membantu kondisimu. Seandainya saja engkau tidak melahirkanku, dan seandainya saja tidak mati saat masih kecil, tidak akan ada yang bisa memberikan manfaat kepadamu.”

Dia Rohimahullah berkata: Akupun terbangun dari tidurku dan berteriak: “Wahai Rabbku, sudah saatnya wahai Rabbku, ya, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” Lantas aku mandi dan keluar untuk shalat subuh dan ingin segera bertaubat dan kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Dia Rohimahullah berkata:
Akupun masuk ke dalam masjid dan ternyata imampun membaca ayat yang sama:
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” (Qs. Al-Hadid: 16)
.....

Itulah kisah taubatnya Malik bin Dinar Rohimahullah yang beliau kemudian menjadi salah seorang imam generasi tabi'in, dan termasuk ulama Basrah. Dia dikenal selalu menangis sepanjang malam dan berkata: “Ya Ilahi, hanya Engkaulah satu-satunya Dzat Yang Mengetahui penghuni sorga dan penghuni neraka, maka yang manakah aku di antara keduanya? Ya Allah, jadikanlah aku termasuk penghuni sorga dan jangan jadikan aku termasuk penghuni neraka.”

Malik bin Dinar Rohimahullah bertaubat dan dia dikenal pada setiap harinya selalu berdiri di pintu masjid berseru: “Wahai para hamba yang bermaksiat, kembalilah kepada Penolong-mu! Wahai orang-orang yang lalai, kembalilah kepada Penolong-mu! Wahai orang yang melarikan diri (dari ketaatan), kembalilah kepada Penolong-mu! Penolong-mu senantiasa menyeru memanggilmu di malam dan siang hari. Dia berfirman kepadamu: “Barangsiapa mendekatkan dirinya kepada-Ku satu jengkal, maka Aku akan mendekatkan diri-Ku kepadanya satu hasta. Jika dia mendekatkan dirinya kepada-Ku satu hasta, maka Aku akan mendekatkan diri-Ku kepadanya satu depa. Siapa yang mendatangi-Ku dengan berjalan, Aku akan mendatanginya dengan berlari kecil.”

Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar memberikan rizki taubat kepada kita. Tidak ada sesembahan yang hak selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zhalim.

Malik bin Dinar Rohimahullah wafat pada tahun 130 H. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmatinya dengan rahmat-Nya yang luas. (Misanul I'tidal, III/426).

Minggu, 23 Mei 2010

Pengantin Bidadari

Sebagai seorang pengantin, wanita lebih cantik dibanding seorang gadis. Sebagai seorang ibu, wanita lebih cantik dibanding seorang pengantin. Sebagai istri dan ibu, ia adalah kata-kata terindah di semua musim dan dia tumbuh menjadi lebih cantik bertahun-tahun kemudian.
***
Syahdan, di Madinah, tinggallah seorang pemuda bernama Zulebid. Dikenal sebagai pemuda yang baik di kalangan para sahabat. Juga dalam hal ibadahnya termasuk orang yang rajin dan taat. Dari sudut ekonomi dan finansial, ia pun tergolong berkecukupan. Sebagai seorang yang telah dianggap mampu, ia hendak melaksanakan sunnah Rasul yaitu menikah. Beberapa kali ia meminang gadis di kota itu, namun selalu ditolak oleh pihak orang tua ataupun sang gadis dengan berbagai alasan.
Akhirnya pada suatu pagi, ia menumpahkan kegalauan tersebut kepada sahabat yang dekat dengan Rasulullah.
“Coba engkau temui langsung Baginda Nabi, semoga engkau mendapatkan jalan keluar yang terbaik bagimu”, nasihat mereka.
Zulebid kemudian mengutarakan isi hatinya kepada Baginda Nabi. Sambil tersenyum beliau berkata, “Maukah engkau saya nikahkan dengan putri si Fulan?”
“Seandainya itu adalah saran darimu, saya terima. Ya Rasulullah, putri si Fulan itu terkenal akan kecantikan dan kesholihannya, dan hingga kini ayahnya selalu menolak lamaran dari siapapun.
“Katakanlah aku yang mengutusmu”, sahut Baginda Nabi.
“Baiklah ya Rasul”, dan Zulebid segera bergegas bersiap dan pergi ke rumah si Fulan.
Sesampai di rumah Fulan, Zulebid disambut sendiri oleh Fulan, “Ada keperluan apakah hingga saudara datang ke rumah saya?” Tanya Fulan.
“Rasulullah saw yang mengutus saya ke sini, saya hendak meminang putrimu si A.” Jawab Zulebid sedikit gugup.
“Wahai anak muda, tunggulah sebentar, akan saya tanyakan dulu kepada putriku.” Fulan menemui putrinya dan bertanya, “bagaimana pendapatmu wahai putriku?”
Jawab putrinya, “Ayah, jika memang ia datang karena diutus oleh Rasulullah saw, maka terimalah lamarannya, dan aku akan ikhlas menjadi istrinya.”
Akhirnya pagi itu juga, pernikahan diselenggarakan dengan sederhana. Zulebid kemudian memboyong istrinya ke rumahnya.
Sambil memandangi wajah istrinya, ia berkata,” duhai Anda yang di wajahnya terlukiskan kecantikan bidadari, apakah ini yang engkau idamkan selama ini? Bahagiakah engkau dengan memilihku menjadi suamimu?”
Jawab istrinya, ” Engkau adalah lelaki pilihan rasul yang datang meminangku. Tentu Allah telah menakdirkan yang terbaik darimu untukku. Tak ada kebahagiaan selain menanti tibanya malam yang dinantikan para pengantin.”
Zulebid tersenyum. Dipandanginya wajah indah itu ketika kemudian terdengar pintu rumah diketuk. Segera ia bangkit dan membuka pintu. Seorang laki-laki mengabarkan bahwa ada panggilan untuk berkumpul di masjid, panggilan berjihad dalam perang. Zulebid masuk kembali ke rumah dan menemui istrinya.
“Duhai istriku yang senyumannya menancap hingga ke relung batinku, demikian besar tumbuhnya cintaku kepadamu, namun panggilan Allah untuk berjihad melebihi semua kecintaanku itu. Aku mohon keridhoanmu sebelum keberangkatanku ke medan perang. Kiranya Allah mengetahui semua arah jalan hidup kita ini.”
Istrinya menyahut, “Pergilah suamiku, betapa besar pula bertumbuhnya kecintaanku kepadamu, namun hak Yang Maha Adil lebih besar kepemilikannya terhadapmu. Doa dan ridhoku menyertaimu”
***
Zulebid lalu bersiap dan bergabung bersama tentara muslim menuju ke medan perang. Gagah berani ia mengayunkan pedangnya, berkelebat dan berdesing hingga beberapa orang musuh pun tewas ditangannya. Ia bertarung merangsek terus maju sambil senantiasa mengumandangkan kalimat Tauhid, ketika sebuah anak panah dari arah depan tak sempat dihindarinya. Menancap tepat di dadanya.
Zulebid terjatuh, berusaha menghindari anak panah lainnya yang berseliweran di udara. Ia merasa dadanya mulai sesak, nafasnya tak beraturan, pedangnya pun mulai terkulai terlepas dari tangannya. Sambil bersandar di antara tumpukan korban, ia merasa panggilan Allah sudah begitu dekat.
Terbayang wajah kedua orangtuanya yang begitu dikasihinya. Teringat akan masa kecilnya bersama-sama saudaranya. Berlari-larian bersama teman sepermainannya. Berganti bayangan wajah Rasulullah yang begitu dihormati, dijunjung dan dikaguminya. Hingga akhirnya bayangan rupawan istrinya. Istrinya yang baru dinikahinya pagi tadi. Senyum yang begitu manis menyertainya tatkala ia berpamitan. Wajah cantik itu demikian sejuk memandangnya sambil mendoakannya. Detik demi detik, syahadat pun terucapkan dari bibir Zulebid. Perlahan-lahan matanya mulai memejam, senyum menghiasinya, Zulebid pergi menghadap Ilahi, gugur sebagai syuhada.
***
Senja datang Angin mendesau, sepi. Pasir-pasir beterbangan. Berputar-putar.
Rasulullah dan para sahabat mengumpulkan syuhada yang gugur dalam perang. Di antara para mujahid tersebut terdapatlah tubuh Zulebid yang tengah bersandar di tumpukan mayat musuh. Akhirnya dikuburkanlah jenazah zulebid di suatu tempat. Berdampingan dengan para syuhada lain.
Tanpa dimandikan…
Tanpa dikafankan…
Tanah terakhir ditutupkan ke atas makam Zulebid. Rasulullah terpekur di samping pusara tersebut. Para sahabat terdiam membisu. Sejenak kemudian terdengar suara Rasulullah seperti menahan isak tangis. Air mata berlinang di dari pelupuk mata beliau. Lalu beberapa waktu kemudian beliau seolah-olah menengadah ke atas sambil tersenyum. Wajah beliau berubah menjadi cerah. Belum hilang keheranan shahabat, tiba-tiba Rasulullah menolehkan pandangannya ke samping seraya menutupkan tangan menghalangi arah pandangan mata beliau.
Akhirnya keadaan kembali seperti semula. Para shahabat lalu bertanya-tanya, ada apa dengan Rasulullah. “Wahai Rasulullah, mengapa di pusara Zulebid engkau menangis?”
Jawab Rasul, “Aku menangis karena mengingat Zulebid. Oo..Zulebid, pagi tadi engaku datang kepadaku minta restuku untuk menikah dan engkau pun menikah hari ini juga. Ini hari bahagia. Seharusnya saat ini Engkau sedang menantikan malam Zafaf, malam yang ditunggu oleh para pengantin.”
“Lalu mengapa kemudian Engkau menengadah dan tersenyum?” Tanya sahabat lagi.
“Aku menengadah karena kulihat beberapa bidadari turun dari langit dan udara menjadi wangi semerbak dan aku tersenyum karena mereka datang hendak menjemput Zulebid,” Jawab Rasulullah.
“Dan lalu mengapa kemudian Engkau memalingkan pandangannya dan menoleh ke samping?” Tanya mereka lagi.
“Aku mengalihkan pandangan menghindar karena sebelumnya kulihat, saking banyaknya bidadari yang menjemput Zulebid, beberapa diantaranya berebut memegangi tangan dan kaki Zulebid. Hingga dari salah satu gaun dari bidadari tersebut ada yang sedikit tersingkap betisnya….”
***
Di rumah, istri Zulebid menanti sang suami yang tak kunjung kembali. Ketika terdengar kabar suaminya telah menghadap sang ilahi Rabbi, Pencipta segala Maha Karya.
Malam menjelang. Terlelap ia, sejenak berada dalam keadaan setengah mimpi dan dan nyata. Lamat-lamat ia seperti melihat Zulebid datang dari kejauhan. Tersenyum, namun wajahnya menyiratkan kesedihan pula.
Terdengar Zulebid berkata, “Istriku, aku baik-baik saja. Aku menunggumu disini. Engkaulah bidadari sejatiku. Semua bidadari disini apabila aku menyebut namamu akan menggumamkan cemburu padamu.”
Dan kan kubiarkan engkau yang tercantik di hatiku.
Istri Zulebid, terdiam. Matanya basah. Ada sesuatu yang menggenang disana. Seperti tak lepas ia mengingat acara pernikahan tadi pagi. Dan bayangan suaminya yang baru saja hadir. Ia menggerakkan bibirnya.
“Suamiku, aku mencintaimu. Dan dengan semua ketentuan Allah ini bagi kita. Aku ikhlas.”
***
Somewhere over the rainbow, way up high
There’s a land that I heard of once on a lullaby
Somewhere over the rainbow, skied are blue
And the dreams that you dare to dream
really do come true..
Dan, akan kemanakah kumbang terbang
Pada siapa rindu mendendam
Kekasih yang terkasih
Pencinta dan yang dicinta
Semua berurai air mata
Sedih, ataukah bahagia…..?
***
Untuk para pengantin bidadari